Jumat, 01 Mei 2009

Centang atau Contreng


TERNYATA Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga tidak mengenal contreng. Terpaksa dimiringkan untuk menghargai puluhan munsyi yang sangat letih menggali, meneliti, menderetkan, mengurutkan, menjalin, merangkai, dan jadilah dia vokabuler. Barangkali kita teramat sering mengalihkan rasa peduli kita dalam bertutur dan mungkin karena kita menganggap itu kurang penting. Jelas-jelas ini tidak terpuji.

Kembali kita dibingungkan oleh “demokrasi”. “Demokrasi” yang akrab di telinga dengan pemerintahan rakyatnya seakan-akan kurang percaya dengan keperkasaan namanya. Ia terpaksa merias dirinya dengan istilah-istilah rancak. Baru-baru ini kita disuguhi sebutan elok yang ternyata masih kerabat sang demokrasi: demokrasi prosedural dan demokrasi substansial. Lagi-lagi ini membingungkan paling tidak bagi mereka yang kehilangan kesempatan mengembangkan nafsu belajarnya.

Demokrasi prosedural mencukupkan dirinya dengan pemilihan umum, partai politik yang ramai, dan selanjutnya mendudukkan wakil-wakil kita di “rumah rakyat” itu. Rakyat hanya memfungsikan dirinya sebagai “agen” demokrasi sekali lima tahun. Setelah itu cukup sudah, meminjam ucapan khas Denias. Akibatnya memang dapat ditebak; rakyat dan wakil rakyat berjalan berseberang arah.

Demokrasi substansial bisa kita sebut demokrasi kesejahteraan. Silakan memaknai jenis yang satu ini untuk segala sesuatu yang baik. Buruh kembali lagi menjadi manusia, pedagang kaki lima sudah bebas dari rasa takut sama Satpol PP, orangtua-orangtua tak berduit tidak pening lagi memikirkan biaya sekolah anaknya, pemuda akan diterima cintanya lantaran sudah bergaji cukup di setiap awal bulan, perut besar kurang makan akan lenyap, dan lain-lain. Silakan menambah dengan semua yang baik yang lain.

Nah, bagaimana dengan contreng? Selain membingungkan, “demokrasi” alih-alih kerap tersungkur ke kubangan kesalahan. Kata ini menggundahkan sang empunya tahta: centang. Juga membuat cemburu si coblos lantaran mahkota itu tidak lagi tersemat di kepalanya. Lima tahun lalu dia begitu tersohor. Ia mengalahkan rekannya tusuk karena dianggap kurang kena. Dalam tusuk jarum tubuh orang tidak ditembus. Kata lain: tembus, setali tiga uang. Tembus cahaya tidak merusak kaca yang ditembus. Dengan demikian cobloslah yang paling tepat. Karena mencoblos itu menusuk hingga tembus. “Coblos moncong hitam,” misalnya.

Lain lubuk lain ilalang. Setiap musim membawa perubahannya masing-masing. Begitu juga dengan pemilihan umum. Kali ini contreng mendapatkan tahta itu. “Contreng partainya, contreng calonnya,” tanpa merasa perlu menilik kitab bahasa. Sekali lagi ini sikap tidak terpuji. Boleh jadi kita sudah terlanjur terbiasa tidak peduli dengan perasaan sesama mahkluk ciptaan. Tidak susah membayangkan kondisi ini akan bertambah parah ketika berpapasan dengan bahasa.

Baiklah kita luruskan sekarang juga. Sebuah kesalahan besar apabila kita menolak memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memang kaya dan akan semakin kaya asal kita mau memanfaatkan kosakata dari samudera bahasa Nusantara. Inilah kemudian yang membuktikan penghargaan kita terhadap tiap bahasa Nusantara. Dan untuk contreng kita harus meminta maaf. Dia belum terdaftar dalam keluarga kosakata bahasa Indonesia. Centang harus kita panggil dan menempatkannya di tempat semestinya. Ia cukup yakin menempatkan dirinya sebagai kata kerja: memberi tanda koreksi, bisa bentuknya seperti huruf (v) ataupun tanda lain yang serupa. Kalau pun masih kita anggap kurang klop kita bisa menggunakan conteng dan barangkali coreng.

Warga Medan dan juga warga seantero negeri yang sudah memutuskan menggunakan hak pilihnya 9 April mendatang akan teramat repot membentang kertas suara yang hampir menyamai ukuran peta Medan yang terpampang di dinding kantor Komisi Pemilihan Umum Medan. Memastikan gambar mana yang harus dicontreng, eh, maksudnya dicentang, asal partai, nomor urut, daerah pemilihan (ribet banget), cukup membantu kita bingung. Itu masih memilih satu dari empat macam yang harus “dibereskan” di tempat pemungutan suara. “Demokrasi” musim ini membuat kita tambah bingung (*)