Senin, 03 Agustus 2009

Pasangan Nusantara


Lantaran pasangan ini berasal dari dua suku berbeda: satu berasal dari suku Jawa dan satu lagi datang dari suku Bugis, mereka mengikrarkan diri sebagai pasangan nusantara. Sementara, pasangan petahana mengambil jurusan berbeda. Mereka tidak seberangsang pasangan yang disebutkan pertama. Mereka lebih memilih mengungkapkannya sambil bersenandung: dari Sabang sampai Merauke. Kendati mencaplok bulat-bulat nada iklan sebuah produk makanan.

Nusantara. Istilah yang paling tepat merujuk masa silam Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah. Kata ini pertama kali tercetus ketika Indonesia dikuasai oleh Majapahit di bawah kendali patih besarnya: Gajah Mada. Mengetahui kenyataan sejarah ini menjadi sangat membantu pergerakan nasional Indonesia kelak untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan (Nusantara: Sejarah Indonesia, Bernard H. M. Vlekke, 2008). Tentunya tak ketinggalan kebersamaan rasa dalam ketertindasan kolonialisme.

Kita kemudian bisa menduga dalih inilah yang membuat munsyi kita, atau pun para ahli yang mengerti banyak tentang ini, mengawinkan nusantara dengan wawasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga menorehkannya begini. Wawasan Nusantara adalah pandangan atau anggapan bahwa Nusantara adalah kepulauan yang merupakan suatu kesatuan, termasuk semua laut dan selatnya. Pendidikan kewarganegaraan di bangku kuliah barangkali menambahi sedikit arti. Wawasan nusantara merupakan cara pandang dan sikap bangsa Indonesia memandang diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang mencakupi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Mari kita tambahkan satu lagi: hukum.

Bagaimana dengan pasangan nusantara? Tiba-tiba saja pedagang di pasar menjadi harum namanya bak bunga bakung di lembah gunung. Mendadak pedagang kaki laksana pangeran yang harus dijunjung tinggi. Tempat sampah, seketika, menjadi tempat istimewa bertopeng ria seraya bernazar jadi pembebas kaum yang sudah terlalu lama porak-poranda nasibnya. Berdiri di depan Proklamator sembari memukulkan tinju ke langit. Mereka mengidentifikasi diri dengan kedua tokoh luar biasa tersebut. Tepatnya begini. Ada satu kondisi yang memaksa seseorang mengarahkan dirinya memiliki semua sifat sang tokoh panutan. Mencoba melakukan semua yang ditunaikan sang tokoh di masa lalu. Celakanya, identifikasi yang begini acapkali melupakan kesanggupan senyatanya yang melakukan identifikasi.

Saya hendak memadahkan ini: sepadi pelik menerima pasangan disandingkan dengan nusantara. Pasangan itu selalu “dipakai” bersama-sama sehingga menjadi sepasang. Juga merupakan pelengkap bagi yang lain. Sementara nusantara adalah sebutan bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Bagaimana kita menjelaskan ”perjodohan” ini kepada ratusan suku bangsa lain yang ada di seantero nusantara? Apakah kita masih latah mengatasnamakan “perwakilan”, termasuk untuk kasus ini?

Kalau saya diberi ijin, pasangan berwawasan nusantara barangkali lebih bernas disebut. Pasangan berwawasan nusantara akan berjuang sepenuh-penuhnya melingkupi negeri ini dengan semua yang baik. Alam raya mahaluas boleh beroleh harap akan bercahaya kembali lantaran tangan-tangan anak bangsa akan menancapi tanah-tanah gundul dengan pohon-pohon paru-paru kehidupan. Mengisi setiap jengkal tanah dengan insan berkemampuan mumpuni. Dan menggali semua kekayaan alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran bersama. Ini semua akan menghantarkan kita menjadi bangsa berdaulat dalam arti yang sebenar-benarnya.

Tidak ada komentar: