Sabtu, 06 Desember 2008

Sekedar Melewatkan Sore

Selalu menghabiskan sore dengan mengolah badan jauh lebih baik dari sekedar nongkrong di warung kopi sambil menggoda setiap cewek yang lewat. Itulah yang kami pilih. Setiap sore. Hedon, tidak seluruhnya benar. Bukan juga artinya menghilangkan makna penting kegiatan lain. Sungguh terlalu banyak kegiatan positif lain yang pantas dan layak untuk dilakoni.

Kami lebih menikmati memainkan bola bulat itu. Selain bisa melibatkan banyak orang, juga menambah keakraban di antara kami yang masih kurang merasa akrab. Kerjasama juga terjalin di sini. Egois artinya kehilangan kesempatan untuk memasukkan bola ke gawang lawan. Keahlian mengolah bola bukan syarat mutlak untuk mengendalikan permainan dan memenanginya. Semuanya itu efek samping dari efek utama: menyehatkan badan.

Sebetulnya bukan ini kebiasaan kami. Dulu, sewaktu kejayaan itu masih kami genggam, kami asik kusuk berdiskusi. Berdiskusi tentang apa saja yang kami anggap perlu didiskusikan. Menyinggung semua itu hanya memaksa kami bernostalgia seraya sesekali merasa bangga bahwa pernah suatu saat kami berada di titik di mana setiap orang pasti bangga menceritakannya kepada generasi penerusnya.

Kampus tempat kami menapak masa depan, bisa suram bisa seram, bukanlah kampus yang patut dibanggakan. Kampus kami hampir-hampir kehilangan segala sesuatu dari yang dinamakan kampus sebagai masyarakat ilmiah yang mengutamakan segala sesuatu dari sudut pandang keilmiahan. Tentang keilmiahan ini semua sudah tercatat rapi dalam buku dan itu dinamakan wawasan almamater. Dibuat pula dalam plakat berukuran jumbo sehingga setiap orang bisa membacanya. Dan memang seperti menyamakan pepatah kuno: pengumuman dipampang bukan untuk dibaca. Kita tidak tahu apakah ini berbanding lurus dengan keseharian warga kampus yang masih canggung untuk mengilmiahkan pikiran dan perbuatan.

Kita akan kesulitan menemui kampus ini bergelut dengan data-data mentah untuk diolah menjadi sesuatu yang ringan dan bisa dinikmati masyakat dalam bentuk karya nyata. Sulit juga rasanya merasakan aroma kegiatan yang bisa membuat otot leher meregang bagaikan tali tambang karena alotnya sebuah debat. Tidak akan. Kita tidak akan pernah menjumpainya di sini. Mengangkat tangan dan mengatakan tidak sepakat dengan pendapat sang penceramah dan mencoba memberikan tambahan dari sudut pandang lain, juga, sesuatu yang sangat jarang kita dapati di sini. Kalau kawan-kawan kami di kampus lain sudah mendekatkan diri dengan akar sosialnya dan sudah hidup di tengah-tengah mereka, kami di sini masih asik berdebat tentang tempat mana paling enak untuk duduk dan makan sepuasnya. Dan inilah yang paling memilukan dari semua yang bisa disebut pilu sembilu sepilu-pilunya. Perpustakaan, gudang dari gudangnya ilmu, bukanlah tempat istimewa di hati setiap mereka. Kalau pun mereka berada di sana, lebih sering hanya menggosip. Tukar-menukar informasi tentang lagu paling hits, produk kosmetik terbaru, dan tak ketinggalan harga baju paling murah.

Semua itu yang kami diskusikan. Kami selalu berusaha percaya dan sepenuh hati memraktekkan teori lama dan masih uptodate: belajar, berorganisasi, dan berjuang. Untuk yang disebutkan terkahir itulah kami kawinkan dengan yang kedua sehingga tercipta sebuah kesadaran baru yang menolak semua segala sesuatu yang sudah dianggap mapan.

Dan sore-sore dalam beberapa bulan ini sudah kehilangan semua itu. Tidak ada diskusi. Tidak ada organisasi. Berjuang? Berjuang dengan mempertahankan kesadaran yang terlalu sayang untuk dihapus dari kepala, menjadi pilihan satu-satunya. Naif juga mengatakan semuanya waktulah yang menjawab. Menyandarkan segala sesuatu kepada waktu hanyalah bukti dari ketidaksanggupan mempertahankan idealisme yang sudah sempat berakar dan sempat pula tumbuh dan hampir menjadi sebatang pohon.

Untuk sementara kami memilih untuk menghentikan semua itu. Baiklah untuk sore-sore bulan ke depan kami jalani saja menyepak bola. Badan sehat, sahabat bertamabah, dan semakin paham akan arti kerjasama. Biarlah waktu, ops, maksudnya biarlah mengalir bagaikan air. Air yang akan menemui bebatuan terjal di hilir dan akan menunjukkan sifat abadinya: membelokkan arah dan mencapai tempat yang lebih rendah.

Tidak ada komentar: